Cari Blog Ini

Rabu, 13 Oktober 2010

PERAN IPS DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA


Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain sehingga negara Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang memepunyai masyarakat multikultural. Sayangnya, saat ini kehidupan masyarakat di Indonesia sering terjadi konflik dan kekerasan daripada pengamalan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Setiap hari media massa menyuguhkan berita tentang konflik, kekerasan dan berakhir dengan pembunuhan. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi puluhan kasus konflik dan kekerasan mulai dari kasus Ambon, kasus Papua, Aceh, dan kasus sejenis lainnya.
 Ada beragam faktor pemicu konflik di Indonesia. Mulai dari masalah perbatasan wilayah, perbedaan partai politik, perbedaan agama, suku maupun ras.
      Selain masalah konflik dan kekerasan, di Indonesia juga ada permasalahan di bidang pendidikan. Rendahnya penyerapan lulusan di lapangan kerja, minimnya kreativitas manusia produk pendidikan, kenakalan remaja dan berbagai persoalan lainnya. Semua persoalan itu merupakan bukti adanya kesenjangan antara masyarakat dengan dunia pendidikan. Masalah ini menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan. Karena masalah tersebut berhubungan dengan kehidupan sosial, ekonomi, budaya masyarakat, maka masalah ini harus dikaji dalam perspektif pendidikan multikultural dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
                   Pada pendidikan multikultural, selalu muncul dua kata kunci, yaitu: pluralitas, dan kultural. Pemahaman pluralitas mencakup segala perbedaan dan keragaman apapun bentuknya. Kultur tidak bisa lepas dari empat tema penting yaitu aliran (agama), ras (etnis), suku, dan budaya. Dua hal itulah yang menjadi inti dari pendidikan multikultural.
Mata Pelajaran IPS diharapkan dapat mempunyai peran yang besar dalam membentuk kharakter peserta didik secara klasikal, karena secara langsung maupun tidak langsung mengajarkan dan mentransmisikan muatan budaya tertentu berupa nilai, sikap dan peran, dan pola-pola perilaku sehingga bisa dikatakan bahwa pembelajaran IPS harus menjadi guiding light yang berfungsi menuntun peserta didik menjadi manusia yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Contohnya: mampu mempraktekkan nilai-nilai demokrasi, seperti: menghargai pendapat dan hak asasi manusia, menghindari kekerasan, menghormati keanekaragaman dan mematuhi hukum. 
Multikulturalisme merupakan suatu konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya baik ras, suku, etnis, dan agama. Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang senantiasa memiliki optimisme untuk menyelesaikan persoalan apa pun yang dihadapi. Optimisme itu tentu bukan sekadar optimisme tanpa modal, tetapi optimisme yang didukung oleh kemampuan dan kemauan untuk selalu meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual agar dapat memiliki sensibilitas, sensitivitas, apresiasi, simpati, dan empati.
               Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau masyarakat plural, artinya masyarakat yang mempunyai tingkat diferensiasi sosial yang tinggi. Masyarakat Indonesia ditandai dengan keberagaman berbagai hal, seperti: ras, suku bangsa, agama, adat, dan budaya.  Hal ini dipertegas lagi dalam cita-cita dan semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang berarti: Meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
                   Menurut Ainurrafiq Dawam, pendidikan multikultural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keanekaragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia dari mana pun dia berasal dan berbudaya apa pun dia. Harapannya adalah terciptanya kedamaian sejati, keimanan yang tidak dihantui kecemasan, dan kebahagiaan tanpa rekayasa.
Salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran adalah dialog atau model komunikatif. Dengan berdialog, memungkinkan setiap komunitas yang memiliki latar belakang agama yang berbeda-beda dapat mengemukakan pendapatnya secara argumentatif. Dari proses inilah diharapkan nantinya memungkinkan sikap lending and borrowing serta saling mengenal antar tradisi dari setiap agama yang dipeluknya masing-masing anak didik, sehingga bentuk-bentuk truch claim dan salvation claim dapat diminimalkan bahkan kalau mungkin dapat dibuang jauh-jauh.
          Selain itu, perlunya keterlibatan siswa dalam bentuk belajar aktif yang kemudian dapat dikembangkan dalam collaborative learning. Belajar aktif adalah belajar dengan memperbanyak aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber, buku teks, perpustakaan, internet, atau sumber belajar lainnya untuk di bahas dalam pebelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu menjelaskan tugas apa yang harus dikerjakan oleh siswa, tujuan pemberian tugas tersebut, kemana mereka mencari informasi, bagaimana cara mengolah informasi sampai kesimpulan. Masih banyak metode lain yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural.
Mata pelajaran IPS yang mencakup pelajaran sejarah, geografi, sosiologi, ekonomi dapat berperan dalam pendidikan multikultural. Tujuan IPS pada dasarnya adalah untuk mendidik dan memberi bekal  kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.  (Solihatin, 2007 : 15). Menurut Muh. Numan Somantri tujuan IPS untuk tingkat sekolah yaitu sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah untuk tujuan pendidikan. (Somantri, 2001 : 41).
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial  yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar  dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan, dan jaminan keamanan.
Pendidikan multikultural seyogyanya memfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap terbuka. Perubahan paradigma semacam ini menuntut trasnsformasi yang tidak terbatas pada dimensi kognitif belaka.
Dunia pendidikan tidak tersaing dari perbincangan realitas multikultural tersebut. Bila tidak disadari, jangan-jangan dunia pendidikan turut mempunyai andil dalam menciptakan ketegangan-ketegangan sosial. Oleh karena itu, ditengah gegap gempita lagu nyaring “tentang kurikulum berbasis kompetensi dan kurikulum tingkat satuan pendidikan”, harus menyelinap dalam rasionalitas kita bahwa pendidikan bukan hanya sekesar mengajarkan “ini” dan “itu”, tetapi juga mendidik anak kita menjadi manusia berkebudayaan dan berperadaban. Dengan demikian, tidak saatnya lagi pendidikan mengabaikan realitas kebudayaan yang beragam tersebut.
      Dengan mengintergrasikan pendidikan multikultural dalam IPS diharapkan dapat membantu peserta didik untuk menyikapi perbedaan dan kemajemukan budaya yang ada di Indonesia menjadi sesuatu yang memperkaya pengetahuan peserta didik untuk benar-benar bisa memahami semboyan “Bhineka Tunggal Ika” Pengintegrasian pendidikan multikultural dalam IPS diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membentuk masyarakat yang tangguh di tengah “Kebhinekaan” Disain pendidikan multikultural yang diintergrasikan bisa mencakup subyek seperti toleransi, tema-tema tentang perbedaan etnokultural suku bangsa, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik, HAM, demokrasi, dan pluralitas kemanusiaan dan lain-lain. Dengan pengintegrasian pendidikan multi kultural dalam pembelajaran IPS ini diharapkan dapat pendidikan IPS dapat berperan membantu mewujudkan visi pendidikan baru di Indonesia yaitu membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia yang mempunyai identitas berdasarkan ciri khas budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Aly (2003) Menggagas Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia, dalam Jurnal Ishraqi, Volume II Nomor 1, Januari-Juli 2003, hlm. 60-73.
Banks, James A. (1989). Multicultural Education: Issues and Perspectives. Boston-London: Allyn and Bacon Press.
Buku informasi tentang Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia ke-3, Membangun Kembali Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika: Menuju Masyarakat Multikultural, 16-19 Juli 2002, di Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Nasikun, Imperatif Pendidikan Multikultural di Masyarakat Majemuk, Makalah dipresentasikan pada acara “Seminar Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola Keragaman”, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB-PS) Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada Sabtu, 8 Januari 2005.
Sumantri, Numan,(2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung: Remaja Rosda Karya





Tidak ada komentar:

Posting Komentar